KONSEP MODERASI BERAGAMA

 

RELEVANSI KONSEP MODERASI BERAGAMA DALAM BINGKAI MASYARAKAT DESA DI TENGAH PANDEMI

(Ahmad Faiz Maulana Hakiki, 1840410050, Prodi Pengembangan Masyarakat Islam, Fakultas Dakwah dan Komunikasi)

 

PENDAHULUAN

Konsep moderasi beragama selama beberapa  tahun terakhir telah menjadi  salah satu  program yang terus digencarakan oleh Kemenag. Moderasi beragama dinilai sangat  relevan untuk diterapkkan di indonesia dengan melihat kondisi  sosisokultural masyarakat indonesia yang majemuk. Indonesia memiliki kebergaman suku, ras, etnik, bahasa, dan agama. Ini bila dipandang dari satu sisi akan sangat potensial unuk dikembangakan sebagai aset bangsa, akan tetapi disisi  lain jika tidak dikelola  dengan baik justru akan menimbulkan disintregasi sosial. Untuk itu Kemenag melahirkan sebuah gagasan konsep moderasi  beragama dengan memahami ajaran agama dipandang secara adil dan seimbang. 

Melihat kondisi sekarang, kita berada pada  kondisi yang serba sulit  dan susah. Suatu keadaan yang belum pernah kita rasakan sebelumnya  dewasa ini yang mengharuskan kita untuk bertindak tidak selayaknya semestinya seperti kemarin- kemarin sebelum pandemi virus corona melanda. Virus corona telah merusak tatanan sosial yang ada. Kita dihadapkan dengan keadaan yang mengekang gerak kita secara bebas. Pada hakikatnya kita adalah makhluk sosial yang tak bisa lepas satu sama lain, apabila  keadaan ini tidak dimaknai secara moderat tentu akan menimbulkan perbedaan penafsiran dan pengamalan. Seperti halnya kita sebagai umat islam dalam ibadah sholat misalnya, didalam tekstual ajaran islam sangat menganjurkan sholat dilakukan dengan  cara berjamaah.  Akan tetapi untuk sekarang telah dibatasi dan dikurangi hal itu bertujuan untuk memutus rantai penularan dari virus corona dengan meminimalisir kerumunan massa pada satu tempat.  Ini jika tidak dimaknai  dengan moderasi beragama akan membahayakan kita sendiri.  Biasanya dalam masyarakat  terjadi egosime dalam menyikapi suatu permasalahan. Misalnya ada yang menghendaki untuk tetap melakukan ritual ibadah seperti normalnya  dengan dalih virus ini adalah ciptaan dari Allah, maka urusan tidak terpapar atau tidaknya itu juga karena kehendakNya, ini jika terjadi terus menerus dimasyarakat tidak akan memutus rantai penyebaran dari virus corona. Pemahaman seperti ini semestinya harus diluruskan kembali, karena  pada dasarnya suatu hukum itu berkembang secara  dinamis tidak statis. Untuk  itu moderasi dalam beragama hadir untuk menjawab permasalahan ini.

Moderasi beragama harus dimaknai sebagai komitmen bersama untuk membangun dan mengimplementasikannya dalam setiap sendi sendi kehidupan bermasyarakat. Apalagi dengan keadaan sekarang dunia  diguncang oleh kehadiran virus corona yang mengambat semua aktivitas kita. Akan tetatpi kita tidak boleh meratap dan berpangku tangan dengan kondisi sekarang, kita harus mampu menyesuiakan diri dengan keadaan tanpa memengaruhi kualitas dari ibadah kita. Kita harus berfikir moderat dalam menyikapi permasalahan dengan mengesampingkan ego masing masing.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) terdapat 83.931 wilayah administrasi setingkat desa di Indonesia pada 2018. Jumlah tersebut terdiri atas 75.436 desa (74.517 desa dan 919 nagari di Sumatera Barat), kemudian 8.444 kelurahan serta 51 Unit Permukiman Transmigrasi (UPT)/Satuan Permukiman Transmigrasi (SPT).  Mayoritas penduduk indonesia berada di desa. Desa sebagai unit pemerintahan terkecil dari suatu pemerintahan memiliki hak dan wewenang dalam mengurus  rumah tangganya. Sebagai salah satu unit pemerintahan, desa memegang peranan besar dalam menjawab suatu permasalahan karena desa berada lebih dekat dengan masyarakat.  Kaitannya dengan proses pemutusan rantai penyebaran dari virus corona sudah seyogyagnya pemerintah desa dan masyarakat berkolaborasi aktif dalam penanganan virus corona. Konsep moderasi beragama  masih asing ditelinga masyarakat desa.  Untuk itu perlu adanya strategi dan penguatan implementasi  dari moderasi beragama  yang lebih masif lagi pada masyarakat akan makna dari moderasi beragama  itu sendiri Kaitannya dengan pandemi yang melanda saat ini.


 

PEMBAHASAN

Definisi dari Moderasi Beragama

Kata moderasi berasal dari Bahasa Latin moderâtio yang berarti ke-sedang-an (tidak kelebihan dan tidak kekurangan). Kata itu juga berarti penguasaan diri (darisikap sangat kelebihan dan kekurangan). Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menyediakan dua pengertian kata moderasi, yakni: 1. n pengurangan kekerasan, dan 2. n penghindaran keekstreman. Jika dikatakan, “orang itu bersikap moderat”, kalimat itu berarti bahwa orang itu bersikap wajar, biasa-biasa saja, dan tidak ekstrem.

Sedangkan dalam bahasa Arab, moderasi dikenal dengan kata wasath atau wasathiyah, yang memiliki padanan makna dengan kata tawassuth (tengah-tengah), i’tidal (adil), dan tawazun (berimbang). Orang yang menerapkan prinsip wasathiyah bisa disebut wasith. Dalam bahasa Arab pula, kata wasathiyah diartikan sebagai “pilihan terbaik”. Apapun kata yang dipakai, semuanya menyiratkan satu makna yang sama, yakni adil, yang dalam konteks ini berarti memilih posisi jalan tengah di antara berbagai pilihan ekstrem. Kata wasith bahkan sudah diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi kata 'wasit' yang memiliki tiga pengertian, yaitu: 1) penengah, perantara (misalnya dalam perdagangan, bisnis); 2) pelerai (pemisah, pendamai) antara yang berselisih; dan 3) pemimpin di pertandingan.

Menurut para pakar bahasa Arab, kata wasath itu juga memiliki arti “segala yang baik sesuai dengan objeknya”. Misalnya, kata “dermawan”, yang berarti sikap di antara kikir dan boros, atau kata “pemberani”, yang berarti sikap di antara penakut (al-jubn) dan nekad (tahawur), dan masih banyak lagi contoh lainnya dalam bahasa Arab.  Adapun lawan kata moderasi adalah berlebihan, atau tatharruf dalam bahasa Arab, yang mengandung makna extreme, radical, dan excessive dalam bahasa Inggris. Kata extreme juga bisa berarti “berbuat keterlaluan, pergi dari  ujung ke ujung, berbalik memutar, mengambil tindakan/jalan yang sebaliknya”. Dalam KBBI, kata ekstrem didefinisikan sebagai “paling ujung, paling tinggi, dan paling keras”.

Moderasi beragama sesungguhnya merupakan kunci terciptanya toleransi dan kerukunan, baik di tingkat lokal, nasional, maupun global. Pilihan pada moderasi dengan me­ nolak ekstremisme dan liberalisme dalam beragama adalah kunci keseimbangan, demi terpeliharanya peradaban dan terciptanya perdamaian. Dengan cara inilah masing­masing umat beragama dapat memperlakukan orang lain secara terhormat, menerima perbedaan, serta hidup bersama da­ lam damai dan harmoni. Dalam masyarakat multikultural seperti Indonesia, moderasi beragama bisa jadi bukan pilihan, melainkan keharusan. 


 Pentingnya Menjaga Keselamatan Jiwa di Tengah Pandemi

Virus covid 19 memiliki tingkat penyebaran dan penularan begitu cepat dan masif. Dengan gejala seperti flu menjadikn covid 19 memiliki tingkat penyebaran yang sangat mudah dan sulit untuk dideteksi secara dini. Proses penyebaran virus covid 19 menyebar lewat saluran pernafasan dan selaput mata. Biasanya dalam bentuk cairan akan menyebar melalui kontak langsung. Bahkan akhir akhir ini WHO mengkonfirmsi bahwa virus covid !9 dapat menyebar langsung lewat udara, artinya virus ini mampu hidup dalam udara  selama beberapa waktu.

 

Dilansir dari tim gugus tugas percepatan dan penanganan covid 18 per tanggal 26 juli 2020 indonsia telah terkonfirmasi positif covid 19 sebanyak 98. 778 dengan rincian sembuh 56.655 meninggal 4781.  Dari fakta yang ada mengindikiasikan bahwa masih terjadi penyebaran yang begitu besar bahkan dalam tren meningkat setiap harinya. Untuk itu perlu kiranya menjadi perhatian bahkan peringatan bagi masyarakat untuk mewaspadai pergerakan dan penyebaran dari virus tersebut.

 

Pemerintah telah meluncurkan serangkaian kibijakan dalam memutus rantai penyebaran dan penularan virus covid 19 bahkan anggaran belanja negara sebagian telah dialihkan untuk menangani virus  covid 19 ini. Pemerintah juga telah menerbitkan aturan protokol kesehtan dalam mencegh penyebaran virus covid 19 ini seperti social distancing/menjaga jarak dengan menjauh kerumunan massa, memakai masker, mencuci tang setelah beraktivitas, belajar dan bekerja dari rumah dan berdaptasi dengan teknologi karena sebagian telah dialihkan pada sistem daring. Dampak dari covid 19 ini memaksa kita untuk bertransformasi dari keadaan lama ke keadaan baru, berempati dengan sesama dan gotong royong bahu membahu menjaga lingkungan sekeliling.

 

Berdasarkan fakta fakta tersebut, umat Islam lebih dituntut lagi untuk mereview kembali pandangan pandangan kegamaannya. Hukum Islam memiliki fleksibilitas yang menjadi ruh dari pandangan pandangan keagamaan yang sepatutnya kita jalankan. Sehingga menindaklanjuti maqasid al syari’ah menjadi sebuah keharusan. Maqasid al syari’ah dimaknai dengan makna makna dan hikmah hikmah yang diinginkan oleh Tuhan pada segala kondisi tasyri, keinginan tersebut tidak hanya terbatas pada satu macam hukum syariat, tetapi semua bentuk hukum syariah yang tujuan dan maknanya termasuk di dalamnya. Juga termasuk makna makna hukum yang tidak terekam  dalam berbagai macam hukum, akan tetapi terekam dalam bentuk bentuk yang lain (Ibnu Asyur, 2001)Dalam maqasid tersebut ada tingkatan yang dikenal dengan bebeberapa terma yakni alkulliyat alkhams, al daruriyat al khams, al masalih al khams yang berisi menjaga agama (hifz al din), menjaga jiwa (hifz al nafs), menjaga akal (hifz al‘aql), menjaga keturunan (hifz al nasab) serta menjaga harta (hifz al mal).

 

 Cara untuk menjaga kelima tersebut, dapat ditempuh dengan dua cara yaitu:

        Dari segi keberadaannya (min nahiyyat al wujud) yaitu dengan cara manjaga dan memelihara hal hal yang dapat melanggengkan keberadaannya. Dari segi tidak ada (min nahiyyat al‘adam) yaitu dengan cara mencegah hal hal yang menyebabkan ketiadaannya. (Al Syatibi, 2003: 6)

Cara kerja dari kelima yang harus dijaga tersebut adalah masing masing harus berjalan sesuai dengan urutannya. Menjaga agama harus lebih didahulukan daripada menjaga yang lainnya; menjaga jiwa harus lebih didahulukan dari pada akal dan keturuan, dan begitu seterusnya. Akan tetapi, Pada situasi pandemi seperti saat ini menjaga jiwa adalah yang menjadi utama, keselamatan dari jiwa tak bisa ditawar lagi dan menjadi sesuatu yang urgen untuk diterapkan pada mas pandemi saat ini. Berbeda dengan menjaga agama, dalam menjaga agama masih ada rukhsah/keringanan. Misalnya dalam melaksanakan sholat berjamaah di masjid dapat ditunda untuk sementara waktu dengan mengalihkan ibadah dilakukan secara individu individu di rumah. Meninggalkan sholat jumat untu sementara waktu di masa pandemi ini sesuai apa yang telah difatwakan ulama. Atau yang terbaru sesui dengan surat edaran dari MUI kita dapat melakukan sholat berjamaah dengan catatan mematuhi protokol  kesehatan dengan memakai masker dan menjaga jarak antar shaf dari sholat.  Jika sebelumnya sholt bejamaah akan bernilai baik jika shaf dirapatkan maka pada masa pandemi seperti saat ini itu dapat di ganti dengan menjaga jarak pada tiap shafnya minimal satu meter sesui dengan protokol kesehatan yang danjurkan

 

Desa Sebagai Ujung Tombak Moderasi Beragama

 Menurut undang undang nomor 6 tahun 2014 tentang desa, mengartikan desa sebagai “Desa adalah desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah wilayah yang berwenang  untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdsarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan hak tradisional yang diakui dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia (UU No. 6 tentang desa pasal 1 ayat 1). 

Sesuai dengan UU nomer 6 tahun 2014 desa merupakan self community, yaitu komunitas yang mengatur dirinya sendiri. Dengan pemahaman bahwa desa diberi mandat dan memiliki kewenangan dalam mengurus dan mengatur kepentingan masyarakatnya sesuai dengan kondisi dan sosial budaya setempat. Sebagai salah satu unit dari pemerintahan daerah, desa memegang peranan yang begitu besar dalam sistem pemerintahan nasional. Desa adalah representasi dari kondisi sosial masyarakat.  Kehadiran dan kontribusi dari desa  sangat diharapkan, dalam hal ini sebagi ujung tombak moderasi beragama. Pemerintah desa secara administratif sebagai unit pemerintahan terkecil tentu sangat dekat dengan masyarakat. Aspirasi dari masyarakat datang pertama kali tentu berada pada wilayah pemerintahan desa. Dengan demikian desa diharapakan mampu mengakomodasi kepentingan dari masyarakat dan menyampaikanya ke level yang lebih lanjut  agar ditindaklanjuti secara nyata.  Desa merupakan wahana bagi masyarakat untuk saling mengenal berkomunikasi, memiliki tenggang rasa, rukun dan adil  dalam bertetangga, dan seimbang tidak berat sebelah dalam berprilaku artinya berada ditengah tengah atau moderat dalam memaknai suatu permasalahan.

Sebagian penduduk Indenesia mayoritas berada pada wilayah desa. Moderasi beragama dinilai perlu bahkan penting untuk diimplementasikan dengan memandang kondisi sosilkultural masyarakat indonesia yang begitu majemuk. Lahirnya moderasi beragama adalah jawaban dengan kondisi masyarakat saat ini, masyarakat yang semakin dinamis dan keberagaman yang ada adalah suatu keniscayaan yang harus diterima dan syukuri bersama sebagai anugrah dari Tuhan yang maha esa.

Potensi desa sebagai motor penggerak dari moderasi beragama perlu menjadi perhatian bersama. Didalam desa terdapat unsur unsur masyarakat yang begitu beragam. Salah satunya adalah seorang pemuka agama, biasanya para pemuka agama lahir dan hidup dalam lingkup wilayah desa. sebagai salah satu aktor penggerak moderasi beragama,  seorang pemuka agama dapat menjadi tempat rujukan dan sandaran terkait dengan masalah yang terjadi dimasyarakat utamanya soal keagamaan. Masayarakat cenderung lebih percaya dengan saran dan nasehat yan bersumber dari pemuka agama ketimbang dari yang lain, pemuka agama dinanggapa sebagai orang yang memiliki kapasitas untuk menjawab setiap permasalahan hidup yang terjadi di masyarakat.

Perlu kiranya kolabarasi bersama diantara tiap elemen masayarakat dalam lingkup desa. modersi beragama bukan saja milik perseorangan, orang yang berpendidikian, pemuka agama apalagi pejabat tapi moderasi beragama adalah milik bersama yang harus dijaga, disebarluaskan dan diimplementasikan. Didesa memmiliki kearifan lokal dan tempat terjadinya konsensus diantara elemen masayarakat masing masing yang tentunnya harus dijaga dan dihormati bersama. Akan tetapi dengan melihat kondisi yang ada, pandemi virus corona yang melanda negeri ini bahkan telah menyebar diseluruh penjuru negeri tak terkecuali didesa sekalipun. Pada akhurnya semua aktivitas yang kita lakukan seperti biasanya harus diatur ulang kembali menyesuaikan dengan kondisi yang ada.  

 

Implmentasi Moderasi Beragama di Desa

Sebagai unit terkecil pemerintahn dan tempat masyarakat menyampikan keluhan dan aspirasi pertama pada level pemerintahan terendah, desa memiliki potensi yang sangat besar untuk menanamkan dan menyemai praktik moderasi beragama. Praktik moderasi beragama dengan semua tradisinya tidak dapat diandaikan terjadi begitu saja secara alamiah, melainkan harus disemai sejak nilai-nilai setiap individu warga bangsa dibentuk.  Desa memiliki corak kearifan lokal, desa jug memiliki hak asal usul dan memiliki hak dan kewajiban secara mandiri mengatur rumah tangganya.

Desa juga memiliki otonomi desa dalam memberikan ruang gerak bagi desa dan mengembangkan prakarsa desa termasuk sinergi berbagai aturan dengan potensi dan budaya lokal  yang dimimiliki desa. Sutoro Eko, mengemukakan bahwa konteks penting yang mendoromg desentralisasi dan adalah sebagai berikut: 1) secara historis desa telah lama eksis di masyarakat hukum dan self governing community yang memiliki sistem pemerintahan lokal berdasarkan pranata lokal yang unik dan beragam. 2) lebih dari 60 persen penduduk indonesia berada di desa. 3dari sisi ekonomi dan politik desa memiliki tanah dan penduduk yang selalu menjadi medan perebutan anatar negara, kapital dn masyarakat. 4) konstitusi taupun regulasi dari negara telah memberikan pengakuan bahwa desa adalah suatu kesatuan masyarakat hukum tetapi pengakuan ini masih bersifat simbolik dan formalistik daripada substantif.  Kesigapan dari pemerintah dalam implementasi kebijakan otonomi desa  hendaknya diarahkan pada potensi potensi yang dimiliki desa. dengan demikian, proses pertumbuhan dan perkembangan dapat terarah, termasuk teratualisasikannya nilai nilai lokal yang tidak dimaksudkan untuk mengembalikan lagi kebelakang, tetapi hndak dijadikan sebagai pijakan dalam proses tranformasi dengan demikian jalah yang ditempuh tidak melenceng, dengan tetap memperhatikan kondisi kedepannya. Otonomi desa memberikan peluang dan partisipasi aktif seluruh elemen dan lembaga sosial keagamaan termasuk fungsi fungsi dari masyarakat

Dalam konteks moderasi beragama menjadi nilai muatan dan praktik yang paling sesuai untuk dipraktikkan agar terwujud kemaslahatan bersama . Sikap mental moderat, adil dan berimbang menjadi kunci untuk mengelola keragaman bangsa Indonesia. Dalam berkhidmat membangun bangsa dan negara, setiap warga Indonesia memiliki hak dan kewajiban yang seimbang untuk mengembangkan kehidupan bersama yang tenteram dan menentramkan. Bila ini dapat diwujudkan, setiap warga negara niscaya dapat menjadi manusia Indonesia seutuhnya sekaligus menjadi manusia yang menjalankan agama seutuhnya.

Dalam konteks yang lebih urgen lagi untuk saat ini di masa pandemi covid 19, peran moderasi beragama dalam raung lingkup desa sangat relevan untuk dipraktikan bersama secara arif dan bijaksana tentunya sesuai dengan kearifan lokal daetah masing masing.  Desa memgang otonomi desa yang dapat diplikasikan berdampingan bersama dengan moderasi beragama.   Dalam praktiknya masayarakat dapat ikut lebih berprtisipasi aktif lagi dalam menjawab permasalahan saat ini  yang, masyarakat didiorong untuk lebih empati dan toleransi dengan sesama.


 

KESIMPULAN

 

Akhirnya kita dapat mengmbil iktisar dari tulisan ini bahwa di masa pandemi covid 19 ini moderasi beragama  sangat diperlukan dan diimplementasikan pada setiap sendi sendi kehidupan. Dampak dari adanya covid 19 ini kita diharuskan untuk bertanformasi dari keadaan lama menuju keadaan yang baru yang tentunya hal ini tidak boleh mengurangi kualitas dari diri kita. Hikmah dapat diambil pasca covid 19 ini berlalu dari negeri ini. Desa adalah suatu unit pemerintahan terkecil  yang memiliki hak dan wewenang dalam mengatur rumahtangganya  yang termaktub dalam otonomi desa. kaitannya deng pemutusan penyebaran covid 19 ini peran dari desa dan semua elemen didalamnya sangat penting agar pandemi covid 19 ini cepat berlalu dari bumi ini.

 

DAFTAR PUSTAKA

https://matadesa.zonautara.com/blog/2019/06/25/jumlah-desa-di-indonesia/ diakses pada tanggal 27 juli 2020 pukul 10:20

Tim Penyusun Kementerian Agama RI, 2019. Moderasi Beragama. Jakara pusat. Badan Litbang dan Diklat kementerian Agama RI. Hlm 15-6

Abdul Syatar, Muhammad Majdy Amiruddin, Arif Rahman. 2020. “Darurat Moderasi Beragama di Tengah Pandemi Corona Virus Desease 2019 (Covid 19)” dalam Kurositas Media Komunikasi Sosial dan Keagamaan volume 13. Hlm 1-13.  

https://covid19.go.id/ diakses pada tanggal 27 juli 2020 pukul 10:00

Jamaludin, Adon Nasrullah. 2015. Sosiologi Pedesaan. Bandung : CV pustaka setia.  Hlm 184-185

 

 

 

 

0 Comments